Tugas sejarah
Kelompok 8
-Parizzazki
-Elsa lestari
-Alzaki mahendra
-Muhammad Ikbal Husaini
1. Sejarah di dunia
Sejarah elektronika dimulai dari abad ke-20, dengan melibatkan tiga buah komponen utama yaitu tabung hampa udara (vacuum tube), transistor dan sirkuit terpadu (integrated circuit). Pada tahun 1883, Thomas Alva Edison berhasil menemukan bahwa elektron bisa berpindah dari sebuah konduktor ke konduktor lainnya melewati ruang hampa. Penemuan konduksi atau perpindahan ini dikenal dengan nama efek Edison. Pada tahun 1904, John Fleming menerapkan efek Edison ini untuk menemukan dua buah elemen tabung electron yang dikenal dengan nama diode, dan Lee De Forest mengikutinya pada tahun 1906 dengan tabung tiga elemen, yang disebut trioda. Tabung hampa udara menjadi device yang dibuat untuk memanipulasi kemungkinan energi listrik sehingga bisa diperkuat dan dikirimkan.
Aplikasi tabung elktron pertama diterapkan dalam bidang komunikasi radio. Guglielmo Marconi merintis pengembangan telegraf tanpa kabel(wireless telegraph) pada tahun 1896 dan komunikasi radio jarak jauh pada tahun 1901. Pada tahun 1918, Edwin Armstrong menemukan penerima "super-heterodyne" yang dapat memilih sinyal radio atau stasion dan dapat menerima sinyal jarak jauh. Armstrong juga menemukan modulasi frekuensi FM pita lebar (wide-band) pada tahun 1935; sebelumnya hanya menggunakan AM atau modulasi amplitudo pada rentang tahun 1920 sampai 1935. Bell Laboratories mengeluarkan televisi ke publik pada tahun 1927, dan ini masih merupakan bentuk electromechanical. Ketika sistem elektronik menjadi jaminan kualitas, para insinyur Bell Labs memperkenalkan tabung gambar sinar katode dan televisi berwarna. Namun Vladimir Zworykin, seorang insinyur di Radio Corporation of America (RCA), dianggap sebagai "bapak televisi" karena penemuannya, tabung gambar dan tabung kamera iconoscope. Pada pertengahan tahun 1950-an, televisi telah melewati radio untuk penggunaan di rumah dan hiburan.
Setelah perang, tabung elektron digunakan untuk mengembangan komputer pertama, tetapi tabung ini tidak praktis karena ukuran komponen elektroniknya. Pada tahun 1947, transistor ditemukan oleh tim insinyur dari Bell Laboratories. Fungsi transistor seperti tabung hampa udara, tetapi memiliki ukuran yang lebih kecil, lebih ringan, konsumsi daya lebih kecil, dan lebih kuat, dan lebih murah untuk diproduksi dengan adanya kombinasi penghubung metalnya dan bahan semikonductor.
Konsep sirkuit terintegrasi diusulkan pada tahun 1952 oleh Geoffrey W. A. Dummer, seorang ahli elektronika berkebangsaan Inggris dengan Royal Radar Establishment-nya. Pada tahun 1961, sirkuit terintegrasi menjadi produksi penuh oleh sejumlah perusahaan, dan desain peralatan berubah secara cepat dan dalam beberapa arah yang berbeda untuk mengadaptasi teknologi.
Kisah perjalanan industri elektronika Indonesia terbagi atas enam babak. Babak pertama dimulai pada era 1950-an ketika Indonesia baru belajar berdiri menjadi negara merdeka. Babak berikutnya dekade 1960-an, 1970-an, hingga 2000-an. Setiap babak tentu ada tonggak sejarahnya. Tonggak-tonggak itulah yang coba direkam dalam tulisan ini untuk mengetahui tapakan sejarah industri elektronika di Indonesia.
2. Sejarah perkembangan elektronika di Indonesia
Dekade 1950-an
Pascaproklamasi kemerdekaan, setidaknya ada tiga pelaku industri elektronika, yakni Philips Nederland (produk radio), PT Transistor Radio Manufacturing (milik mendiang Thayeb M. Gobel), dan PT Nusantara Polar. Sebagai negara yang belum sepenuhnya diakui dunia dan masih berkonfrontasi dengan Belanda, hampir semua produk elektronika masih diimpor. Pabrik yang ada?hanya sebatas perakit saja. Kebijakan pemerintah RI ketika itu melindungi hasil produk yang dirakit di dalam negeri.
Dekade 1960-an
Di era 1960- an, ada perkembangan signifikan ketika Thayeb M. Gobel menjalin kemitraan dengan perusahaan asal Jepang, Matsushita Corporation, saat memproduksi televisi hitam putih dalam rangka Asian Games?ke-4 tahun 1962. Di era itu, radio menjadi produk andalan sarana komunikasi yang diproduksi oleh Philips Negerland merek Philips, PT Transistor Radio Manufacturing merek Tjawang, dan PT Nusantara Polar dengan merek Radio Nusantara. Momentum besarnya mulai lahir perusahaan patungan antara Gobel dan Matsushita.
Dekada 1970-an
Di era ini mulai bermunculan penanaman modal asing (PMA) berbekal regulasi PMA, seperti National (Panasonic Gobel), Sanyo, Toshiba, Polytron, dan lainnya. Kehadiran perusahaan tersebut memangkas ketergantungan negara terhadap impor, terutama produk elektronik impor. Pemerintah ketika itu mengeluarkan aturan larangan impor CBU dan memberi tarif rendah terhadap impor CKD guna merangsang industri perakitan.
Dekade 1980-an
Hingga pertengahan 1980-an, industri elektronik Indonesia masih menarik, beberapa pemain baru, seperti Samsung dan Goldstar yang mulai masuk. Namun setelah itu,??pemerintah mengubah gebrakan deregulasi untuk menggalakkan ekspor nonmigas karena penerimaan dari ekspor migas tidak bisa diandalkan lagi. Deregulasi tersebut juga mengizinkan semua barang elektronik dapat diimpor, impor produk akhir juga diturunkan dari 20%?60% menjadi 20%?40%, dan tarif terhadap komponen menjadi 0%?5%.
Dekade 1990-an
Di era ini, pemerintah memberlakukan kerja sama ASEAN Free Trade Area.?Kerja sama ASEAN Free Trade Area ini membuat Indonesia dibanjiri produk elektronik impor dalam bentuk jadi dari berbagai negara, seperti Korea, Eropa, dan Cina.?
Dekade 2000-an
Industri elektronik memasuki era baru dengan teknologi canggih yang merambah bidang digital dengan kemampuan komputer dan robotik. Ini membuat produsen elektronik dalam negeri semakin kalah bersaing. Pasar elektronik yang tadinya didominasi oleh produsen Jepang seperti Sharp, Toshiba, dan Sony mulai tergeser muncul merek-merek lain, seperti Samsung dan LG dari Korea, serta merek dari Cina. Satu demi satu perusahaan elektronika Jepang pun angkat kaki dari Indonesia.
Salah satu penyebab?produk elektronika dalam negeri kurang bisa bersaing karena produk impor jauh lebih murah yang dipicu oleh tarif bea masuk (BM)?yang lebih kecil dibanding impor komponen elektronik. Selain itu, masih lemahnya struktur industri elektronika Indonesia menjadi pangkal penyebab. Kandungan lokal produk elektronik dan alat-alat listrik rumah tangga diperkirakan hanya 25%?30%.
Kementerian Perindustrian mencatat, komponen elektronika yang diproduksi di dalam negeri terbilang masih elemen dasar (speaker, transformer, chasis, cartoon box) belum menyentuh bagian dengan kandungan teknologi tinggi seperti kompresor.
Materi ok
BalasHapus